Ufuk putih diujung sana sungguh memikat indera penglihatan ini untuk
terus menatapnya, Sesekali terhalang jejeran apartmen berukuran sedang,
mustakil, pabrik-pabrik, dan truk-truk yang melaju searah. Namun,
terkadang juga teralihkan oleh hijaunya bukit yang dihiasi oleh pohon
cemara atau biru dan tenangnya lautan diseberang sana. Persis di depan
ufuk putih itu. Terowongan yang membelah puluhan meter kaki gunung
benar-benar menggangu, tidak hanya satu, dua, tapi empat membuat gelap
dunia putih, hijau, dan biru sebelumnya. Tetapi terobati setelah
panorama sungai yang mengalir ke arah ufuk putih itu tampak. Sungai di
kaki jenjang jembatan penghubung, yang membelah belasan hektar areal
hijau pertanian dan sebagian besar tanah peruntukkan perumahan. Lega
memandang horizon yang tak berujung itu. Jembatan yang mirip dengan
panorama berbeda juga sesekali muncul. Ratusan bangunan berlantai empat
atau lima yang meniru lekukan bukit dan lembah terlihat. Tidak
ketinggalan minaret-minaret pengumandang azan kokoh berdiri menjulang ke
angkasa biru.
Ufuk putih masih terlihat samar tetapi terlihat gagah. Kapal tongkang pengangkut material pabrik dan tambang tampak kecil di depannya. Semakin menatapnya semakin terlihat mistis mungkin karena kilauan sinar matahari atau mungkin tebalnya kabut putih yang muncul. Komposisi aneh dalam alam khayal pikirku. Kabut putih tebal menghalangi silaunya sinar mentari siang ditambah pantulan bias-bias cahaya dipermukaan lautan teduh Marmara yang membatasi kami. Panorama surgawi mungkin. Ufuk putih, kabut putih, sinar mentari, biru laut, dan hijau alam, bersamaan terekam lewat aperture kecilku. Tak pernah terlihat di tanah kelahiranku. Ufuk putih mulai membuka diri ketika kabut putih dan silau mentari pergi tertinggal. Berderet-deret membentuk kontras ganjil yang indah bagi dunia komposisi. Putih, abu-abu, kemudian gelap menjauhi ufuk putih. Dia yang tak sanggup memikul amanat manusia, tapi patuh menjaga kesimbangan alam fana manusia. Ufuk putih berhiaskan cemara hijau di kaki-kaki besarnya, berbaris-baris. Sepanjang kontras badannya, putih bunga-bunga musim dingin membungkusnya. Sangat dingin sehingga berubah putih. Berlapis-lapis menuju ke puncaknya. Ufuk putih tak bernama terima kasih, kau ingatkan aku tentang Ayat-ayat Tuhanku.
Ufuk putih masih terlihat samar tetapi terlihat gagah. Kapal tongkang pengangkut material pabrik dan tambang tampak kecil di depannya. Semakin menatapnya semakin terlihat mistis mungkin karena kilauan sinar matahari atau mungkin tebalnya kabut putih yang muncul. Komposisi aneh dalam alam khayal pikirku. Kabut putih tebal menghalangi silaunya sinar mentari siang ditambah pantulan bias-bias cahaya dipermukaan lautan teduh Marmara yang membatasi kami. Panorama surgawi mungkin. Ufuk putih, kabut putih, sinar mentari, biru laut, dan hijau alam, bersamaan terekam lewat aperture kecilku. Tak pernah terlihat di tanah kelahiranku. Ufuk putih mulai membuka diri ketika kabut putih dan silau mentari pergi tertinggal. Berderet-deret membentuk kontras ganjil yang indah bagi dunia komposisi. Putih, abu-abu, kemudian gelap menjauhi ufuk putih. Dia yang tak sanggup memikul amanat manusia, tapi patuh menjaga kesimbangan alam fana manusia. Ufuk putih berhiaskan cemara hijau di kaki-kaki besarnya, berbaris-baris. Sepanjang kontras badannya, putih bunga-bunga musim dingin membungkusnya. Sangat dingin sehingga berubah putih. Berlapis-lapis menuju ke puncaknya. Ufuk putih tak bernama terima kasih, kau ingatkan aku tentang Ayat-ayat Tuhanku.
Perjalanan Istanbul-Kocaeli
21 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar